Selasa, 19 Oktober 2010

Kasus Illegal Logging

Satu lagi upaya pengungkapan kasus illegal logging dihentikan oleh penegak hukum. Kali ini penghentian terhadap 13 kasus dugaan illegal logging dilakukan oleh aparat Kejaksaan Tinggi Riau. Kasus ini tergolong besar karena aparat Polda Riau telah menyita beberapa alat yang diduga merupakan alat bukti kasus ini antara lain 32 unit truk angkut, satu tug boat, dan 129 unit alat berat lainnya. Selain itu, polisi juga telah menemukan dan menyita 22.392 tual kayu log atau setara dengan 94.218,27 meter kubik, 368.115,292 meter kubik kayu chip (serpih), Semuanya adalah bukti yang dengan susah payah dikumpulkan tetapi kini dihentikan.
Sebelumnya memang kasus ini pernah menjadi sorotan publik. Kapolda Riau kala itu yang masih dijabat oleh Brigjen (Pol) Sutjiptadi telah melakukan berbagai operasi sejak ia menjadi petinggi di sana. Sepanjang 2007 saja, Sutjiptasi berhasil mengungkap 189 kasus kejahatan kehutanan dan praktek ‘illegal logging’. Sayangnya kemudian ia dicopot dari jabatan tersebut. Publik menduga hal itu berhubungan karena sikapnya yang terlalu berani membongkar kasus yang diduga melibatkan perusahaan besar industri kayu di wilayah itu.
Kasus itu kemudian bolak-balik antara polisi dan Kejaksaan. Setiap kali polisi melengkapi berkas, kemudian dikembalikan ulang oleh jaksa. Alasannya karena dugaan pidana yang dikenakan masih sangat lemah. Tetapi semuanya kemudian berujung kepada penghentian perkara sebagaimana kita sampaikan di atas.
Penghentian perkara illegal logging ini memang merupakan sebuah tragedi hukum di negeri ini. Melihat banyaknya kasus yang dihentikan, maka menurut kita ini adalah penghentian massif yang menjadi petak sekaligus aib penegakan hukum.
Penghentian perkara adalah sebuah cara yang sangat tidak elegen dalam menertibkan hukum dan menegakkan kewibawaan penegak hukum. Kasus yang sudah ditemukan bukti-bukti oleh polisi seharusnya bisa ditelusuri dengan menggunakan pendekatan lain, tanpa harus menghentikannya.
Dalam kasus pembalakan liar di Riau ditengarai bahwa campur tangan pihak luar memang sangat kental terasa. Terbukti dengan adanya surat-surat sakti yang beredar dan menjadi pertimbangan kasus ini. Lagipula, ada indikasi bahwa nama-nama besar dikuatirkan terlibat di dalam kasus yang sangat sensitif itu. Media berkali-kali memberitakan hal ini meski dibantah oleh para petinggi negeri ini yang diduga terlibat di dalam kasus itu.
Tetapi kalau hal ini dibiarkan terus, setiap kali kasus digelar dan kemudian dihentikan, maka yang akan terjadi adalah demoralisasi pada penegak hukum itu sendiri. Aparat polisi yang menjadi ujung tombak penanganan kasus ini jelas akan banyak yang kecewa, meski Kapolda Riau yang baru menyatakan bahwa mereka bisa menerima hal itu.
Meski demikian, penghentian 13 kasus illegal logging itu bukan perkara mudah pada level bawah. Mereka, para penegak hukum yang bekerja mati-matian dalam mengungkap kasus ini jelas akan kecewa dan kehilangan gairah di dalam memperjuangkan hukum. Berkali-kali dikecewakan, maka demoralisasi ini akan semakin parah.
Kita menangkap kesan bahwa memang pengungkapan kasus illegal logging di negeri ini masih dilakukan setengah hati. Kepiawaian para pelakunya memang luar biasa sehingga aparat penegak hukum dibuat berjerih lelah, susah payah, tetapi kemudian berujung kepada kekecewaan karena “tembok” penghalang terlalu besar dan terlalu kokoh. Inilah yang memerlukan pengawasan dari seluruh masyarakat, pemberitaan skala masih dari media, serta campur tangan para pemerhati lingkungan. Kalau tidak, maka kasus-kasus pembalakan liar hanya akan berhenti di lapangan, tanpa pernah bisa dibawa ke pengadilan

(hariansib.com)

0 komentar:

Posting Komentar